Selasa, 29 November 2011 5 komentar

KEDUDUKAN PANCASILA DAN FUNGSINYA


KEDUDUKAN PANCASILA DAN FUNGSINYA

A.            Kedudukan Pancasila
Berdasarkan teori Nawiasky, A. Hamid S. Attamimi kemudian memban­dingkannya dengan teori Hans Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum yang berlaku di Indonesia. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia berdasarkan teori tersebut, yaitu:[1]
1)          Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2)          Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.
3)          Formell gesetz: Undang-Undang.
4)          Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamental-norm pertama kali disampaikan oleh Notonagoro[2]. Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm  maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.[3]
Namun, dengan penempatan Pancasila sebagai Staats-fundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsepsi norma dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat oleh Nawiasky, serta melihat hubungan antara Pancasila dan UUD 1945.
Semua norma hukum adalah milik satu tata aturan hukum yang sama karena validitasnya dapat dilacak kembali, secara langsung atau tidak, kepada konstitusi pertama. Bahwa konstitusi pertama adalah norma hukum yang mengikat adalah sesuatu yang dipreposisikan, dan formulasi preposisi tersebut adalah norma dasar dari tata aturan hukum ini.[4]
Pancasila lahir dan dirumuskan dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada saat membahas dasar negara, khususnya dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Soekarno menyebut dasar negara sebagai Philosofische grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang diatasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauung atau pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas.[5]
Pidato yang dikemukakan Soekarno pada saat itu adalah rangkaian persidangan BPUPKI yang membahas dasar negara. Selain Soekarno, anggota-anggota yang lain juga mengemukakan pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan dalam persidangan tersebut, kemudian ditunjuk tim perumus yang terdiri dari 8 orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M. Yamin, M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, R. Otto Iskandardinata, Mr. A. Maramis, Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan K.H. Wachid Hasjim. Tim ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta dan diterima oleh BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945.[6] Dokumen inilah yang menjadi Pembukaan UUD 1945 setelah terjadi kompromi dengan pencoretan tujuh kata. Walaupun pengaruh Soekarno cukup besar dalam perumusan dokumen ini, namun dokumen ini adalah hasil perumusan BPUPKI yang dengan sendirinya merepresentasikan berbagai pemikiran anggota BPUPKI. Dokumen ini disamping memuat lima dasar negara yang dikemukakan oleh Soekarno, juga memuat pokok-pokok pikiran yang lain.
Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische grondslag ataupun Weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Piagam Jakarta yang selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan Philosofische grondslag dan  Weltanschauung bangsa Indonesia. Seluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.

B.             Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai- nilai dasar Pancasila sebagai sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yang dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada, baik dalam bentuk undang-undang, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. 2010. Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Dicetak oleh Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar


[1] Ibid. Tata urutan yang dipakai oleh Attamimi adalah berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Ketetapan tersebut diganti dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Pada Tahun 2003 telah ditetapkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
[2] Notonagoro, ”Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Pokok Kaidah Fundamentil Negara Indonesia)” dalam Pancasila Dasar Falsafah Negara, Cetakan keempat, (Jakarta: Pantjuran Tudjuh, tanpa tahun).
[3] Attamimi, Op Cit., hal. 309.
[4] Kelsen, General Theory, Op Cit., hal 115
[5] Saafroedin Bahar, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945, (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hal. 63, 69, dan 81. RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 117, 121, 128 – 129.
[6] Kusuma, Op Cit., hal. 130, catatan kaki no. 229.

5 Response to KEDUDUKAN PANCASILA DAN FUNGSINYA

13 Desember 2012 pukul 06.06

kereen ka. tapi ribet deh ni kursornye heheh

26 Maret 2019 pukul 20.44
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
26 Maret 2019 pukul 20.52
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
26 Maret 2019 pukul 20.56
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
27 Agustus 2019 pukul 19.22

Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

Posting Komentar

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.