KEDUDUKAN
PANCASILA DAN FUNGSINYA
A. Kedudukan Pancasila
Berdasarkan teori Nawiasky, A.
Hamid S. Attamimi kemudian membandingkannya dengan teori Hans Kelsen dan menerapkannya pada
struktur tata hukum yang berlaku di Indonesia. Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata
hukum Indonesia berdasarkan teori tersebut, yaitu:[1]
1)
Staatsfundamentalnorm: Pancasila
(Pembukaan UUD 1945).
2)
Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945,
Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.
3)
Formell gesetz: Undang-Undang.
4)
Verordnung en Autonome Satzung: Secara
hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau
Walikota.
Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamental-norm
pertama kali disampaikan oleh Notonagoro[2].
Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang
pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk
mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum
positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka
pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai Pancasila.[3]
Namun, dengan penempatan Pancasila
sebagai Staats-fundamentalnorm berarti menempatkannya di atas
Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian
konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk membahas permasalahan ini
dapat dilakukan dengan melacak kembali konsepsi norma dasar dan konstitusi menurut
Kelsen dan pengembangan yang dibuat oleh Nawiasky, serta melihat hubungan
antara Pancasila dan UUD 1945.
Semua norma hukum adalah milik
satu tata aturan hukum yang sama karena validitasnya dapat dilacak kembali,
secara langsung atau tidak, kepada konstitusi pertama. Bahwa konstitusi pertama
adalah norma hukum yang mengikat adalah sesuatu yang dipreposisikan, dan
formulasi preposisi tersebut adalah norma dasar dari tata aturan hukum ini.[4]
Pancasila lahir dan dirumuskan
dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) pada saat membahas dasar negara, khususnya dalam pidato Soekarno
tanggal 1 Juni 1945. Soekarno menyebut dasar negara sebagai Philosofische
grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang
diatasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya
dengan istilah Weltanschauung atau pandangan hidup. Pancasila adalah
lima dasar atau lima asas.[5]
Pidato yang dikemukakan Soekarno
pada saat itu adalah rangkaian persidangan BPUPKI yang membahas dasar negara.
Selain Soekarno, anggota-anggota yang lain juga mengemukakan pendapatnya baik
secara lisan maupun tertulis. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan dalam
persidangan tersebut, kemudian ditunjuk tim perumus yang terdiri dari 8 orang,
yaitu: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M. Yamin, M. Soetardjo
Kartohadikoesoemo, R. Otto Iskandardinata, Mr. A. Maramis, Ki Bagoes Hadikoesoemo,
dan K.H. Wachid Hasjim. Tim ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal
dengan Piagam Jakarta dan diterima oleh BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945.[6] Dokumen
inilah yang menjadi Pembukaan UUD 1945 setelah terjadi kompromi dengan
pencoretan tujuh kata. Walaupun pengaruh Soekarno cukup besar dalam perumusan
dokumen ini, namun dokumen ini adalah hasil perumusan BPUPKI yang dengan
sendirinya merepresentasikan berbagai pemikiran anggota BPUPKI. Dokumen ini
disamping memuat lima dasar negara yang dikemukakan oleh Soekarno, juga memuat
pokok-pokok pikiran yang lain.
Jika masalah dasar negara
disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische grondslag ataupun Weltanschauung,
maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Piagam Jakarta yang
selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD 1945, yang merupakan Philosofische
grondslag dan Weltanschauung
bangsa Indonesia. Seluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD
1945 adalah dasar negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.
B.
Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber
Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai
sumber nilai adalah dijadikannya nilai- nilai dasar Pancasila sebagai sumber
bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara
sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yang dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun
2004 yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara.
Negara Indonesia memiliki hukum nasional
yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber
dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan
sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm
(norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya
dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada, baik dalam bentuk undang-undang, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
perundang-undangan yang ada, baik dalam bentuk undang-undang, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr.
Jimly Asshiddiqie, S.H. 2010. Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi. Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia.
Tim Dosen
Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Dicetak oleh
Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar
[1] Ibid. Tata urutan yang dipakai oleh Attamimi adalah berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Ketetapan tersebut diganti dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Pada Tahun 2003 telah ditetapkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
5 Response to KEDUDUKAN PANCASILA DAN FUNGSINYA
kereen ka. tapi ribet deh ni kursornye heheh
Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Posting Komentar