A.
Pengantar
Sistem
hukum nasional pada dasarnya tidak hanya terdiri dari kaidah-kaidah atau norma-norma
hukum belaka, tetapi juga mencakup seluruh lembaga aparatur dan organisasi,
mekanisme dan prosedur hukum, falsafah dan budaya hukum, termasuk juga perilaku
hukum pemerintah dan masyarakat. Pembangunan Sistem Hukum Nasional menurut
Prof. Sunaryati sesungguhnya diarahkan untuk menggantikan hukum-hukum kolonial
Belanda disamping menciptakan bidang-bidang hukum baru yang lebih sesuai
sebagai dasar Bangsa Indonesia untuk membangun[1].
Berdasarkan
pandangan sistemik, Sistem Hukum Nasional mencakup berbagai sub bidang-bidang
hukum dan berbagai bentuk hukum yang semuanya bersumber pada Pancasila.
Keragaman hukum yang sebelumnya terjadi di Indonesia (pluralisme hukum)
diusahakan dapat ditransformasikan dalam bidang-bidang hukum yang akan
berkembang dan dikembangkan (ius
constituendum). Bidang-bidang hukum inilah yang merupakan
fokus perhatian perkembangan dan pengembangan hukum nasional menuju pada
tatanan hukum modern Indonesia yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan,
yurisprudensi, peraturan perundang-undangan, UUD 1945, dan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum. [2] Mengutip pandangan yang
disampaikan oleh Prof. Sunaryati, bahwa saat ini telah hadir suatu teknologi
informasi yang merupakan hasil konvergensi telekomunikasi, media dan
komputer sehingga muncul suatu media yang dikenal dengan internet. Berdasarkan
hal itu lahirlah suatu rejim hukum baru yang dinamakan dengan hukum siber.
Untuk pembangunan hukum siber dari sisi substansi tentu harus pula
mengantisipasi berbagai bentuk perkembangan teknologi.
Pengaturan-pengaturan
terkait dengan hukum siber ini dibuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai bentuk aturan pelaksanaan.
B.
Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan
DPR telah menyetujui RUU Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi UU No. 10 Tahun 2004 pada tanggal 24
Mei
2004, yang berlaku efektif pada bulan November 2004. Keberadaan undang-undang tersebut
menggantikan pengaturan tata urutan peraturan perundang-undangan dalam
Ketetapan MPR No. III Tahun 2000[3].
Berdasarkan Pasal 7 UU No. 10
Tahun 2004, tata urutan peraturan perundang-undangan adalah :
1.
Undang-undang Dasar 1945
2.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang
3.
Peraturan Pemerintah
4.
Peraturan Presiden
5.
Peraturan Daerah, yang meliputi:
-
Peraturan Daerah Provinsi
-
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
-
Peraturan Desa
C.
Ketentuan Hukum Terkait Dengan
Komputer dan Pemanfaatannya
Beberapa
ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan bidang computer dan
pemanfaatannya antara lain :
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksana, misalnya PP Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 Tentang Dewan Hak Cipta,
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2001 Tanggal 1 Agustus 2001 tentang Paten
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
D.
Pengaturan Terkait IT Dalam KUH Perdata
Pengaturan
terkait bidang komputer dalam KUH Perdata umumnya berhubungan dengan aspek
ekonomi, khususnya masalah perniagaan yang dilakukan dengan memanfaatkan
teknologi computer termasuk hal-hal yang berkaitan dengan alat bukti dalam
hukum perdata. Hal ini biasa disebut dengan istilah e-commerce. Dalam
penjelasan UUITE disebutkan transaksi elektronik dipandang sebagai bagian dari perikatan
para pihak (Pasal 1233 KUHPerdata). Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa “Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”.
Menurut ketentuan UUITE, transaksi
elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Pengertian ini lebih luas
dari sekedar kegiatan perdagangan elektronik. Transaksi
elektronik oleh kalangan bisnis diidentikkan sebagai perdagangan elektronik (e-commerce)
yang maknanya lebih sempit dari makna transaksi elektronik, karena perdagangan/perniagaan hanya sebagian dari aspek perikatan dalam
hukum perdata.
Transaksi
tersebut akan merujuk kepada semua jenis dan mekanisme dalam melakukan hubungan
hukum secara elektronik itu sendiri yang akan mencakup :
•
jual beli,
•
lisensi,
•
asuransi,
•
lelang,
•
dan
perikatan-perikatan lain yang lahir sesuai dengan perkembangan mekanisme
perdagangan di masyarakat.
Mengenai
alat bukti dan pembuktian dalam hukum perdata akan dibahas lebih lanjut.
E.
Pengaturan Tentang Tindak Pidana
Terkait Bidang IT
Ketentuan
pidana terkait dengan informasi dan transaksi elektronik dapat dijumpai dalam
UUITE khususnya pada Pasal 27 s/d 37.
Kriminalitas
di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak
pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas
umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi.
Jenis-jenis
kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi
menyebutkan bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan
motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian
dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif
politik, ekonomi atau kriminal yang berpotensi menimbulkan kerugian bahkan
perang informasi. Versi lain membagi cybercrime menjadi tiga bagian
yaitu pelanggaran akses, pencurian data, dan penyebaran informasi untuk tujuan
kejahatan.
Secara
garis besar, ada beberapa tipe cybercrime, seperti dikemukakan Philip
Renata dalam suplemen BisTek Warta Ekonomi No. 24 edisi Juli 2000, h.52 yaitu:
a.
Joy
computing,
yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin. Hal ini termasuk pencurian
waktu operasi komputer.
b.
Hacking,
yaitu
mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
c.
The
Trojan Horse,
yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau instruksi
pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan
tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
d.
Data
Leakage,
yaitu menyangkut bocornya data ke luar terutama mengenai data yang harus
dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu dapat berupa berupa rahasia negara,
perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi
tertentu.
e.
Data
Diddling,
yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah,
mengubah input data atau output data.
f.
To
frustate data communication atau
penyia-nyiaan data komputer.
g.
Software
piracy yaitu
pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.
Dari
ketujuh tipe cybercrime tersebut, nampak bahwa inti cybercrime adalah
penyerangan di content, computer system dan communication system milik
orang lain atau umum di dalam cyberspace (Edmon Makarim, 2001: 12). Pola umum yang digunakan untuk
menyerang jaringan komputer adalah memperoleh akses terhadap account user dan
kemudian menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk
menyerang situs lain. (Purbo, dan Wijahirto,2000: 9).
16 Response to PENGATURAN HUKUM BERKAITAN DENGAN INFORMATION TEKNOLOGI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Tepung beras rose brand
Mantap
Listening to quiet room - hanasaku iroha
Ererere
Hiya³
Dame senpai :V
Ahsiapp....
Sange jan disini vossss
Kebelet boss ku :V
Liat uud jadi anu akunya :V
TOLONG KIAMAAAT!1!1!1!
Dajjal kau :V
aqsan love beatrix
Aqsanil Osama namaku nah teman teman
Posting Komentar