HUKUM LOGIKA
A.
Pengertian
Logika
Logika
adalah sebuah ilmu. Logika adalah ilmu tentang proses berfikir. Seorang akhli
logika mempelajari kegiatan-kegiatan proses berfikir yang ada di kepala setiap
manusia dan mencoba merumuskan hukum-hukum, bentuk-bentuk dan inter-relasi
semua proses mentalnya.
Dua
tipe penting logika pernah muncul dalam dua tahap perkembangan ilmu logika,
yakni: logika formal dan logika dialektik. Keduanya merupakan bentuk-bentuk
perkembangan tertinggi gerak mental. Keduanya memiliki kesesuaian
fungsinya—pengertian sadar terhadap semua bentuk gerak.
B.
Tiga Hukum
Dasar Logika Formal
Pertama
dan terpenting adalah hukum identitas. Hukum tersebut dapat disebutkan dengan
berbagai cara seperti: “sesuatu adalah selalu sama dengan atau identik dengan
dirinya, dalam Aljabar: A sama dengan A.”
Rumusan
khusus hukum tersebut tak terlalu penting. Pemikiran esensial dalam hukum
tersebut adalah seperti berikut. Dengan mengatakan bahwa sesuatu itu sama
dengan dirinya, maka dalam segala kondisi tertentu sesuatu itu tetap sama dan
tak berubah. Keberadaannya absolut. Seperti yang dikatakan oleh akhli fisika: ”
materi tidak dapat di buat dan dihancurkan.” Materi selalu tetap sebagai
materi.
Jika
sesuatu adalah selalu dan dalam semua kondisi sama atau identik dengan dirinya,
maka ia tidak dapat tidak sama atau berbeda dari dirinya. Kesimpulan tersebut
secara logis patuh pada hukum identitas: Jika A
selalu sama dengan A, maka ia tidak pernah sama dengan bukan A (Non-A).
Kesimpulan
tersebut dibuat secara eksplisit dalam hukum kedua logika formal: hukum
kontradiksi. Hukum kontradiksi menyatakan bahwa A adalah bukan Non-A. Itu tidak
lebih dari sebuah rumusan negatif dari pernyataan posistif, yang dituntun oleh
hukum pertama logika formal. Jika A adalah A, maka menurut pemikiran formal, A
tidak dapat menjadi Non-A. Jadi hukum kedua dari logika formal, yakni hukum
kontradiksi, membentuk tambahan esensial pada hukum pertama. Beberapa contoh:
manusia tidak dapat menjadi bukan manusia; demokrasi tidak dapat menjadi tidak
demokratik; buruh-upahan tidak dapat menjadi bukan buruh-upahan.
Hukum
kontradiksi menunjukkan pemisahan perbedaan antara esensi materi dengan
fikiran. Jika A selalu sama dengan dirinya maka ia tidak mungkin berbeda dengan
dirinya. Perbedaan dan persamaan menurut dua hukum di atas adalah benar-benar
berbeda, sepenuhnya tak berhubungan, dan menunjukkan saling berbedanya antara
karakter benda (things) dengan
karakter fikiran (thought)
Kwalitas
yang saling berbeda dan terpisah dari setiap benda ditunjukkan dalam hukum yang
ketiga logika formal, yakni: hukum tiada jalan tengah (the law of excluded middle). Menurut hukum tersebut segala sesuatu
hanya memiliki salah satu karakteristik tertentu. Jika A sama dengan A, maka ia
tidak dapat sama dengan Non-A. A tidak dapat menjadi bagian dari dua kelas yang
bertentangan pada waktu yang bersamaan. Dimana pun dua hal yang berlawanan
tersebut akan saling bertentangan, keduanya tidak dapat dikatakan benar atau
salah. A adalah bukan B; dan B adalah bukan A. Kebenaran dari sebuah pernyataan
selalu menunjukkan kesalahan (berdasarkan lawan pertentangannya) dan
sebaliknya. Hukum yang ketiga tersebut adalah sebuah kombinasi dari dua hukum
pertama dan berkembang secara logis.
Contoh :
Hukum Identitas
Ketiga
kalimat ini pasti benar:
·
Benar adalah
Benar, Salah adalah Salah.
·
Setiap hal
adalah hal itu sendiri.
·
x = x
Hukum Non Kontradiksi
Ketiga
kalimat ini juga pasti benar:
·
Benar
bukanlah Salah, Salah bukanlah Benar.
·
Setiap hal
bukanlah yang bukan hal itu.
Hukum Excluded Middle
Selain Benar
dan Salah tidak ada kemungkinan lain.
C.
Logika Dialektik
logika
umum manusia dihadapkan pada dua pilihan sandaran, logika Aristotelian
(formal) disatu sisi – yang menjadi pegangan realisme metafisis - dan logika
Hegelian (dialektika) disisi lain, yang diadopsi materialisme dialektika. Dua
sistem logika ini saling bertarung dalam meneguhkan bahwa prinsipnyalah yang
paling benar dan layak digunakan manusia metode penalaran penalaran dan cara
memperoleh pengetahuan yang benar. Logika formal lebih dahulu muncul dan
menguasai azas-azas logika para pemikir dan ilmuan. Kemudian hadir logika
dialektika yang mengklaim sebagai tahap perkembangan tertinggi logika manusia
yang mengatasi dan melampau logika formal.
Logika
formal mengacu pada hukum non kontradiksi sebagai prinsip utamanya, artinya
watak dasar pengetahuan yang sahih adalah ia tidak mengandung
kontradiksi-kontradiksi internal. Dalam realisme metafisis, kontradiksi adalah
kemustahilan dan secara niscaya tertolak oleh rasio manusia. Hukum rasio
menjelaskan bahwa “dua hal yang bertentangan tidak mungkin bersatu dalam satu
subjek dengan kondisi yang sepenuhnya sama”. Dengan demikian, prinsip non
kontradiksi adalah hukum niscaya utama dalam logika formal.
Kebalikannya,
logika dialektika mendudukkan prinsip utamanya pada hukum kontradiksi. Karena
berbagai tahapan perkembangan apapun, termasuk logika dan pengetahuan manusia
mengandung dan hasil dari berbagai kontradiksi internal. Karenakan
kontradiksi-kontradiksi itu, watak penalaran dan pengetahuanpun menjadi
dialektis. Ini berangkat dari klaim bahwa rasio atau nalar manusia adalah
bagian dan produk tertinggi dari alam. Maka seluruh kandungan mental
(pengetahuan) mesti sama dan sejalan dengan hukum-hukum yang dikandung materi
dalam gerak perkembangannya melalui kontradiksi-kontradiksi internal.
Mengingat
wataknya yang dialektis, rasio manusia – dalam pandangan materialisme
dialektika –tidak mungkin memperoleh kepastian-kepastian (nilai absolut) dalam
pengetahuannya. Sebaliknya, kebenaran senantiasa dalam perubahan dan
perkembangan, mengikuti gerak perkembangan progresif alam. Sistem penalaran
dalam logika dialektika, setiap pernyataan selalu berhadapan dengan lawan
negasinya yang tersimpulkan dalam suatu sintesis. Kesimpulan ini dapat
dijadikan dasar pernyataan baru dalam siklus yang sama. Inilah yang disebut
sistem logika lipat tiga dengan siklus tesis (pernyataan), anti tesis (negasi),
dan sintesis (negasi atas negasi) dalam logika dialektika.
Dialektika
merupakan logika terhadap gerak, evolusi, dan perubahan. Realitas, sebenarnya
begitu penuh dengan kontradiksi, begitu sukar dipahami, begitu beragam, dan tak
bisa dikerangkeng dalam satu bentuk tunggal maupun dalam satu atau seperangkat
rumusan. Setiap tahapan khusus realitas memiliki hukum-hukumnya sendiri,
kategori khasnya sendiri, dan memiliki konstelasi kategori-kategori—yang
berkaitan dengan bagaimana kategori-kategori tersebut berbagi/bersesuaian
dengan tahapan lain realitas.
No Response to "HUKUM LOGIKA"
Posting Komentar