Kamis, 24 November 2011 3 komentar

KONTRAK ELEKTRONIK

KONTRAK ELEKTRONIK

A.      Pengantar
Bisnis dengan perantaraan elektronik (e-commerce) adalah suatu bentuk usaha perdagangan dengan jangkauan yang luas dan dapat dilakukan dengan melewati batas wilayah suatu Negara. Oleh karena itu sebaiknya diatur secara global terutama berkaitan dengan kontrak (perjanjian) yang dibuat dalam proses pelaksanaan bisnis tersebut.
B.     Bentuk Kontrak Bisnis Secara Elektronik
Beberapa bentuk kontrak elektronik yang umum dilakukan dalam transaksi perdagangan secara online yaitu[1] :
  • Kontrak melalui elektronik mail adalah suatu kontrak yang dibentuk secara sah melalui komunikasi  email. Penawaran dan penerimaan dapat dipertukarkan melalui email atau dikombinasi dengan komunikasi elektronika lainnya, dokumen tertulis atau faks.
  • Suatu kontrak dapat juga dibentuk melalui wesites dan jasa online lainnya, yaitu suatu website menawarkan penjualan barang dan jasa, kemudian konsumen dapat menerima penawaran dengan mengisi suatu formulir yang terpampang pada layar monitor dan mentransmisikannya.
  • Kontrak yang mencakup direct online transfer dari informasi dan jasa. Website digunakan sebagai medium of communication dan sekaligus sebagai medium of exchange.
  • Kontrak yang berisi Electronic Data Interchange (EDI), suatu pertukaran informasi bisnis melalui secara elektronik melalui computer milik para mitra dagang (trading partners)
  • Kontrak melalui internet yang disertai dengan lisensi click wrap dan shrink wrap. Software yang didownload melalui internet lazimnya dijual dengan suatu lisensi click wrap.  Lisensi tersebut mucul pada monitor pembeli pada saat pertama kali software akan dipasang (Iinstall) dan calon pembeli ditanya tentang kesediannya menerima persyaratan lisensi tersebut. Pengguna diberikan alternative “ I accept” atau “I don’t accept”. Sedangkan shrink wrap lazimnya merupakan lisensi software yang dikirim dalam suatu bungkusan (package) misalnya disket atau compact disc.

C.     Syarat Sah Perjanjian Menurut KUHPerdata
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, hubungan hukum dalam kontrak elektronik timbul  sebagai perwujudan dari kebebasan berkontrak, yang dikenal dalam KUH Perdata. Asas ini disebut pula dengan freedom of contract atau laissez faire[2]. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku halnya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas kebebasan berkontrak disebut dengan “sistem terbuka”, karena siapa saja dapat melakukan perjanjian dan apa saja dapat dibuat dalam perjanjian itu. Dengan demikian perjanjian mempunyai kekuatan mengikat sama dengan undang-undang, bagi mereka yang membuat perjanjian. Pengertian ini mengandung makna bahwa perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang melakukan perjanjian, sehingga pihak ketiga atau pihak luar tidak dapat menuntut suatu hak berdasarkan perjanjian yang dilakukan pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut[3].
Suatu perjanjian dinyatakan sah bilamana memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa “supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat yaitu :
1.      Kesepakatan para pihak dalam perjanjian [agreement]
2.      Kecakapan para pihak dalam perjanjian [capacity]
Syarat pertama dan kedua ini disebut sebagai syarat SUBJEKTIF
3.      Suatu hal tertentu [certainty of terms]
4.      Sebab yang halal [considerations]
Syarat ketiga dan keempat ini disebut sebagai syarat OBJEKTIF
Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh bagi para pihak yang  membuatnya sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum.
Suatu perjanjian yang dibuat dengan tidak memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata, dapat menimbulkan akibat hukum yang dibedakan atas dua macam terminologi :
a.    Voidable; bila salah satu syarat subyektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukannya batal demi hukum, tetapi salah satu puhak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).
b.     Null and Void; Dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.



[1] Mieke Komar Kantaatmaja. Pusat Studi Cyber Law FH UNPAD. 2000-2001
[3] Ibid

3 Response to KONTRAK ELEKTRONIK

17 April 2018 pukul 20.44

Edo sekret sbntr piket

17 April 2018 pukul 20.45

Edo sekret sbntr piket

27 Juni 2018 pukul 06.51

Permisi admin, ingin bertanya, asas kebebasan berkontrak di KUHPerdata itu penjabarannya gimana ya? Kalau seperti UMR kan memang diatur hukum, tidak bisa bebas tawar2an. Lalu apakah hal seperti Ritel Walmart-nya Warren Buffet pada Agustus 2002 memandatkan seluruh penjualnya harus menggunakan protokol tanda tangan digital AS2 (rfc 4130) untuk menjual barang2 ke walmart termasuk bentuk pelanggaran kebebasan berkontrak mengingat posisi tawarnya yaitu Harga Pokok Penjualan pertahun 5000 triliun?
https://www.wsj.com/articles/SB106936646733863300

Bila Pemasok bebas menetukan sendiri algoritma hash untuk tanda tangan digital yang dipakai apakah MD5/Sha1/Sha256 apakah termasuk kebebasan berkontrak seperti di amazon vendor central?
Terima kasih

Posting Komentar

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.